Sunday, July 24, 2011

Marasmus

Makalah AKBID Haji Amirullah Makassar




 

KATA PENGANTAR





Puji serta syukur dipanjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya  sehingga Tugas Kelompok berupa makalah ini sebagai tugas mata kuliah dengan judul MARASMUS dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun terutama dari dosen mata kuliah serta pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga hasil dari penulisan makalah ini kelak dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.



Makassar , 01 Juni 2010



Penulis












DAFTAR ISI





KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN                                                                                                    

A.    LATAR BELAKANG                                                                                        

B.     TUJUAN PENULISAN 

C.     SISTEMATIKA PENULISAN                                                                                                                                            

BAB II PEMBAHASAN

A.    KONSEP DASAR MARASMUS

B.     PREVALENSI

C.     PENANGGULANGAN / PENCEGAHAN MARASMUS

                                                                                                                             

BAB III PENUTUP

A.    KESIMPULAN                                                                                                   

B.     SARAN   

                                                                                                           

DAFTAR PUSTAKA








BAB I

PENDAHULUAN

                                                                                                 

A.    LATAR BELAKANG

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya manuasia ( SDM ) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.

Berita merebaknya temuan gizi buruk, sangat mengejutkan di negara tercinta yang terkenal subur makmur ini. Kasus ini bisa jadi tidak hanya momok bagi para balita namun juga bagi pemerintah. Bahkan di era pemerintahan Orde Baru, pejabat daerah sangat ketakutan jika sampai didapati kasus gizi buruk diwilayahnya, cerminan buruknya performa dalam menyejahterakan raknyatnya; Bukti lemahnya infrastruktur kesehatan dan pangan; Dan aneka polemik mencari biang keladipun muncul ke permukaan. Kesenjangan, ketidakadilan, kemiskinan, kebijakan ekonomi dan politik menjadi semakin sering diperbincangkan. Bisa jadi hanya sedikit yang memikirkan dampak jangka panjang yang ditimbulkannya, jika hal ini tidak ditangani dengan serius. Seperti layaknya fenomena gunung es, bahwa ancaman yang sebenarnya jauh lebih besar dan perlu segera diambil langkah-langkah antisipasinya dari sekarang. Karena kelainan ini menyerang anak-anak , generasi penerus, yang sedang dalam ‘golden period’ pertumbuhan otaknya.

Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.

Gizi buruk merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan rendahnya konsumsi energi dan protein (KEP) dalam makanan sehari-hari. Secara klinis gizi buruk terdapat dalam tiga tipe yakni kwashiorkor, marasmus, dan marasmus-kwashiorkor.

Tulisan Makalah ini bertujuan untuk membahas sebab-sebab terjadinya marasmus, patofisiologi, diagnosis, pencegahan dan pengobatannya pada anak balita.





B.     TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:

1.      Agar mahasiswa mampu memahami tentang konsep dasar marasmus.

2.      Agar mahasiswa dapat memahami tentang prevalensi dari marasmus.

3.      Agar mahasiswa dapat memehami tentang penanggulangan / pencegahan marasmus.



C.     SISTEMATIKA PENULISAN

Adapun sistematika penuliasan makalah ini yakni BAB I merupakan BAB pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, dan sistematika penulisan. BAB II merupakan BAB pembahasan. Sementara BAB III merupakan BAB penutup yang tediri dari kesimpulan dan saran.








BAB II

PEMBAHASAN





A.    Konsep Dasar Marasmus

Pengertian
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

  • Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196).
  • Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212).
  • Zat gizi adalah zat yang diperoleh dari makanan dan digunakan oleh tubuh untuk pertumbuhan, pertahanan dan atau perbaikan. Zat gizi dikelompokkan menjadi karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. (Arisman, 2004:157).
  • Energi yang diperoleh oleh tubuh bukan hanya diperoleh dari proses katabolisme zat gizi yang tersimpan dalam tubuh, tetapi juga berasal dari energi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi.
  • Fungsi utama karbohidrat adalah sebagai sumber energi, disamping membantu pengaturan metabolisme protein. Protein dalam darah mempunyai peranan fisiologis yang penting bagi tubuh untuk :

  1. Mengatur tekanan air, dengan adanya tekanan osmose dari plasma protein.
  2. Sebagai cadangan protein tubuh.
  3. Mengontrol perdarahan (terutama dari fibrinogen).
  4. Sebagai transport yang penting untuk zat-zat gizi tertentu.
  5. Sebagai antibodi dari berbagai penyakit terutama dari gamma globulin.

Dalam darah ada 3 fraksi protein, yaitu : Albumin, globulin, fibrinogen.










Etiologi

  • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
  • Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116).


Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selam puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).



Manifestasi Klinik

Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewe, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999).






Selain itu manifestasi marasmus adalah sebagai berikut :

1. Badan kurus kering tampak seperti orangtua

2. Lethargi

3. Irritable

4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)

5. Ubun-ubun cekung pada bayi

6. Jaingan subkutan hilang

7. Malaise

8. Kelaparan

9. Apatis



B.     Prevalensi
1.      Data statistic DEPKES RI

Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita). Depkes juga telah melakukan pemetaan dan hasilnya menunjukkan bahwa penderita gizi kurang ditemukan di 72% kabupaten di Indonesia. Indikasinya 2-4 dari 10 balita menderita gizi kurang.
Marasmus merupakan keadaan di mana seorang anak mengalami defisiensi energi dan protein sekaligus. Umumnya kondisi ini dialami masyarakat yang menderita kelaparan. Marasmus adalah permasalahan serius yang terjadi di negara-negara berkembang. Menurut data WHO sekitar 49% dari 10,4 juta kematian yang terjadi pada anak-anak di bawah usia lima tahun di negara berkembang berkaitan dengan defisiensi energi dan protein sekaligus.
Penderita gizi buruk yang paling banyak dijumpai ialah tipe marasmus. Arif di RS. Dr. Sutomo Surabaya mendapatkan 47% dan Barus di RS Dr. Pirngadi Medan sebanyak 42%. Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangundan serta terjadinya krisis ekonomi di ludonesia.

2.      Status Gizi Penderita Gizi Buruk Pasca Pemberiaan Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) di Kabupaten Timor Tengah Utara

Provinsi NTT Tahun 2006

Masalah gizi buruk merupakan masalah kesehatan utama di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timor sampai dengan 31 Juli 2006 kasus marasmus di NTT berjumlah 529 kasus, kwasiokhor 12 kasus, dan marasmus - kwashiokhor 18 kasus serta yang meninggal mencapai 72 orang balita atau meningkat 65 orang (175%) dari Agustus 2005. Di Kabupaten TTU (Timor Tengah Utara) Jumlah penderita gizi buruk cukup tinggi sebanyak 1432 kasus yang terdiri dari marasmus 61 kasus, kwashiokhor 2 kasus, dan campuran marasmus dan kwashiokhor sebanyak 8 kasus. Angka kematian kasus (Case Fatality Rate) gizi buruk di kabupaten TTU sebanyak 11,43 %. Angka kematian ini tertinggi bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten kota di provinsi NTT. Untuk mengatasi kasus gizi buruk di kabupaten TTU, pemerintah dan LSM telah memberikan bantuan penanggulangan berupa pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) secara lengkap yaitu PMT-P berupa paket 90 hari dan dan PMT-P berupa paket 30 hari yang dilaksanakan mulai Juni 2005.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui status gizi penderita gizi buruk pasca PMT-P di Kabupaten TTU guna mendapatkan data �data mengenai status gizi anak balita dan sebagai masukan bagi program terkait mengenai balita pasca PMT-P. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif non intervensi dengan rancangan cross-sectional. Populasi penelitian semua anak balita penderita gizi buruk yang terdapat di Kabupaten TTU sebanyak 1432 orang dan sebagai smpel penelitian diambil 300 sampel balitagizi buruk dan kurang maupun gizi buruk dengan kelainan klinis.Data diperoleh dengan cara wawancara serta pengukuran langsung di lapangan dan pengumpulan data sekunder dari petugas yang terlibat dalam pendistribusian paket PMT-P untuk mengetahui pola yang digunakan untuk menjamin bahwa sasaran PMT-P dapat diterima secara utuh dan sesuai dengan perhitungan dan ketentuan yang telah disepakati.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi balita sebelum intervensi termasuk gizi buruk dengan kelaianan klinis 1 %, gizi buruk 41,7% dan gizi kurang 57,3 %. Setelah pemberian PMT-P oleh pemerintah, berat badan balita hanya pada 104 balita (34,7%), sedangkan 181 balita (60,3%) berat badan tetap dan yang mengalami penurunan berat badan sebanyak 15 balita (5%). Perubahan status gizi balita pasca intervensi sebelum seluruhnya membaik seperti yang diharapkan dan hanya 13 % balita yang status gizinya menjadi gizi baik. Sebanyak 61 % masih berada pada level status gizi kurang dan 26 % tetap berada pada level status gizi buruk.

Untuk itu disarankan pemberian PMT-P diberikan secara terus menerus hingga kelompok sasaran dinyatakan berstatus gizi baik sesuai dengan aturan kesehatan. Melakukan monitoring dan evaluasi program secara rutin, serta perlu pengembangan pusat rehabilitasi gizi di daerah,penuluhan dan konseling gizi serta memanfaatkan potensi local yang ada di masyarakat, sehingga asupan gizi yang masuk lebih bervariasi dan tidak hanya didominasi oleh makanan pokok saja.




C.     Penanggulangan / Pencegahan Marasmus

Tindakan pencegahan penyakit KEP dalam hal ini marasmus bertujuan untuk mengurangi insidensi KEP dan menurunkan angka kematian sebagai akibatnya. Usaha disebut tadi mungkin dapat ditanggulangi oleh petugas kesehatan tanpa menunggu perbaikan status social dan ekonomi golongan yang berkepentingan. Akan tetapi tujuan yang lebih luas dalam pencegahan KEP ialah memperbaiki pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak-anak Indonesia sehingga dapat menghasilkan manusia Indonesia yang dapat bekerja baik dan memiliki kecerdasan yang cukup.

Ada berbagai macam cara intervensi gizi, masing-masing untuk mengatasi satu atau lebih dari satu factor dasar penyebab KEP (Austin, 1981), yaitu :

1.      Meningkatkan hasil produksi pertanian, supaya persediaan bahan makanan menjadi lebih banyak, yang sekaligus merupakan tambahan penghasilan rakyat.

2.      Penyediaan makanan formula yang mengandung tinggi protein dan tinggi energi untuk anak-anak yang disiplin. Makanan demikian pada umumnya tidak terdapat dalam diet tradisi, tetapi sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada anak-anak berumur 6 bulan keatas. Formula tersebut dapat diberikan dalam program pemberian makanan suplementer maupun dipasarkan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Pembuatan makanan demikian juga dapat diajarkan pada masyarakat sendiri sehingga juga merupakan pendidikan gizi.

3.      Memperbaiki infrastruktur pemasaran. Infrastruktur pemasaran yang tidak baik akan berpengaruh negative terhadap harga maupun kualitas bahan makanan.

4.      Subsidi harga bahan makanan. Interfensi demikian bertujuan untuk membantu mereka yang sangat terbatas penghasilannya.

5.      Pemberian makanan suplementer. Dalam hal ini makanan diberikan secara cuma-cuma atau dijual dengan harga minim. Makanan semacam ini terutama ditujukan pada anak-anak yang termasuk golongan umur rawan akan penyakit KEP.

6.      Pendidikan gizi. Tujuan pendidikan gizi ialah untuk mengajar rakyat mengubah kebiasaan mereka dalam menanam bahan makanan dan cara menghidangkan makanan supaya mereka dan anak-anaknya mendapat makanan yang lebih baik mutunya. Menurut Hofvandel (1983), pendidikan gizi akan berhasil jika:
     a.  Penduduk diikutsertakan dalam pembuatan rencana, menjalankan rencana tersebut, serta ikut menilai 
          hasilnya;

b.     Rencana tersebut tidak banyak mengubah kebiasaan yang sudah turun temurun.

     c.       Anjuran cara pemberian makanan yang diulang pada setiap kesempatan dan situasi.
     d. Semua pendidik atau mereka yang diberi tugas untuk memberi penerangan pada rakyat memberi 
         anjuran yang sama.
     e. Mendiskusikan anjuran dengan kelompok yang terdiri dari para ibu serta anggota masyarakat lainnya,   
         sebab keputusan yang diambil oleh satu kelompok lebih mudah dijalankan daripada oleh seorang ibu   
         saja.
     f. Pejabat kesehatan, teman-teman dan anggota keluarga memberi bantuan aktif dalam mempraktekkan 
        anjuran tersebut. 
     g. Orang tua nmaupun anggota masyarakat lainnya dapat melihat hasil yang menguntungkan atas praktek 
          anjuran tersebut.





7.      Pendidikan dan pemeliharaan kesehatan:
    a.       Pemeriksaan kesehatan pada waktu-waktu tertentu, misalnya di BKIA, Puskesmas, Posyandu.

b.      Melakukan imunisasi terhadap penyakit-penyakit infeksi yang prevalensinya tinggi.
   c. Memperbaiki hygiene lingkungan dengan menyediakan air minum, tempat membuang air besar (WC);
   d. Mendidik rakyat untuk membuang air besar di tempat-tempat tertentu atau di tempat yang sudah  
       disediakan, membersihkan badan pada waktu-waktu tertentu, memasak air minum, memakai sepatu 
      atau sandal untuk menghindarkan investasi cacing dan parasit lain, membersihkan rumah serta isinya dan 
       memasang jendela-jendela untuk mendapatkan hawa segar. 
  e. Menganjurkan rakyat untuk mengunjungi puskesmas secepatnya jika kesehatannya terganggu. 
  f. Menganjurkan kelarga Berencana. Petros-Barnazian (1970) berpendapat bahwa child spacing 
     merupakan  factor yang sangat penting untuk status gizi ibu maupun anaknya. Dampak kumulatif 
    kehamilan yang berturut-turut dan dimulai pada umur muda dalam kehidupan seorang ibu dapat   
    mengkibatkan deplesi zat-zat gizi orang tersebut.



Intervensi gizi yang berhasil dapat mengurangi jumlah penderita mlnutrisi sehingga merupakan seumbangan yang positif dalam proses perkembangan Negara.

Tujuan intervensi gizi meliputi:

a. peningkatan kapasitas kerja manusia

b. peningkatan kesejahteraan rakyat

c. pemerataan pendapatan yang lebih baik.




BAB III

PENUTUP





A.    Kesimpulan
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649).

  • Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orangtua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999).
  • Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92).
  • Berdasarkan data statistik kesehatan Departemen Kesehatan RI tahun 2005 dari 241.973.879 penduduk Indonesia, enam persen atau sekira 14,5 juta orang menderita gizi buruk. Penderita gizi buruk pada umumnya anak-anak di bawah usia lima tahun (balita).
  • Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timor sampai dengan 31 Juli 2006 kasus marasmus di NTT berjumlah 529 kasus, kwasiokhor 12 kasus, dan marasmus - kwashiokhor 18 kasus serta yang meninggal mencapai 72 orang balita atau meningkat 65 orang (175%) dari Agustus 2005.





B.     Saran

Untuk itu disarankan pemberian PMT-P diberikan secara terus menerus hingga kelompok sasaran dinyatakan berstatus gizi baik sesuai dengan aturan kesehatan. Melakukan monitoring dan evaluasi program secara rutin, serta perlu pengembangan pusat rehabilitasi gizi di daerah,penuluhan dan konseling gizi serta memanfaatkan potensi local yang ada di masyarakat, sehingga asupan gizi yang masuk lebih bervariasi dan tidak hanya didominasi oleh makanan pokok saja.











DAFTAR PUSTAKA



Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : P.T. Bina Pustaka sarwono Prwirohardjo

Brown AK. 1973. Jaundice in Neonatology. Behrman RCV. (ed). Mosby

Moninja HE. 1979. Marasmus-kwashiorkor. Jakarta ; Yayasan Sumber Daya Masyarakat

stikeskabmalang.wordpress.com/2009/09/01/konsep-marasmus/

www.litbang.depkes.go.id/risbinkes/Buku%20Laporan%20Penelitian%202006/penderita%20gizi%20buruk.htm






No comments:

Post a Comment

Silahkan anda berkomentar, namun tetap jaga kesopanan dengan tidak melakukan komentar spam.